Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

Abu-abu

  “Masih sama.” Dua kata yang spontan ia ucapkan begitu ia turun dari angkutan. Sibuk, pikirnya. Ramai, lalu lalang manusia. Padat, ketika ia melintas lagi Jalan Mangkubumi atau bahkan pempek depan Pasar Demangan yang gerobaknya tidak berubah sedikit pun hingga sekarang. Setelah 3 tahun berlalu, mungkin yang berubah hanya dirinya. Gantari yang sekarang jauh lebih kosong ketimbang Gantari 3 tahun yang lalu. Bayang kisah yang pernah ia banggakan dulu nyatanya masih tersisa, ada walaupun hanya jejak samar saja. Ia kembali lagi, Gantari pikir Semarang bisa membuatnya sembuh dari betapa parah patah hati yang ia alami, ternyata salah. Ia lupa bahwa Semarang hanyalah sebuah kota pelarian. Ingatannya tetap saja jalan di tempat, bahkan mengambang menunggu waktu kapan jatuhnya. Apa pun selingan yang ia simpan susah payah di kepala bahkan dasar hatinya tidak bisa dengan mudah ia pindahkan ke dalam kotak kedap udara yang bisa ia beli di toko perabotan. Mari cerita sedikit. Kotabaru misalnya. Tetap